Analisa Masalah Gempa di Kebumen -Hari ini telah terjadi gempabumi tektonik di selatan Jawa. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dalam rilis resminya sesaat setelah gempa terjadi, mengeluarkan parameter gempa yaitu terjadi pada 25 Januari 2014, pukul 12:14:20 WIB dengan kekuatan 6.5 Skala Richter, sebenarnya 6.5 Mw(mB), tapi karena masyarakat Indonesia masih akrab sekali dengan Skala Richter, BMKG masih mempertahankan penggunaan skala ini. Posisi pusat gempabumi berada di koordinat 8.48 Lintang Selatan dan 109.17 Bujur Timur pada kedalaman 48 Km. Posisi episenter gempa ini berada sekitar 104 km arah barat daya Kebumen, Jawa Tengah.
Saya sendiri langsung menerima SMS gempa di HP saya ketika sedang bermalas-malasan di kamar. SMS gempa itu berasal dari kantor BMKG Medan, tempat saya mengabdi. Segera saya buka Whatsapp, beberapa kawan sudah asyik membicarakan gempa ini di grup. Ada kawan yang mengatakan kalau ini tergolong 'Gempa Anaconda'. Saya sendiri baru pertama kali mendengar istilah ini. Ternyata maksudnya, ada gempa di dalam gempa. Gempabumi susulan terjadi dengan cepat, pada saat durasi gempabumi utama belum selesai. Kawan-kawan yang berdinas di pulau Jawa bercerita kalau gempa ini tercatat dengan jelas di alat-alat perekam di sana, baik yang konvensional maupun teknologi digital.
Awalnya ada perasaan malas bergerak, maklum saya memang sedang bermalas-malasan. Tetapi muncul ketertarikan tersendiri dari gempa ini. Dosen saya Dr. Daryono memposting di media sosial bahwa gempa ini memiliki spektrum getaran yang luas hingga terasa di kawasan Puncak, Bogor. Karena alasan ini, Dr. Daryono mengatakan bahwa mungkin saja kedalaman hiposenternya lebih dari 50 km yaitu terdapat di zona kontak antar lempeng di zona penyusupan landai (benioff zone).
Kemudian BMKG melakukan pemutakhiran data dan quality control sehingga merilis update per jam 12.38 WIB, ternyata gempa ini berkekuatan 6.2 Skala Richter, di posisi 8.22 LS, 109.22 BT dengan kedalaman 79 km. Gempa ini dilaporkan dirasakan dengan skala IV MMI di Kebumen, Yogyakarta dan Solo. Sementara di Cirebon dan Bandung terasa pada skala II-III MMI. Dilihat dari kedalamannya, gempa ini tergolong gempa menengah (intermediate).
Karena ketertarikan atas masalah ini, dengan cepat saya mandi dan bersiap-siap ke kantor (hari ini libur ceritanya). Saya tinggal di rumah dinas, di wilayah Titi Kuning Medan, sementara kantor saya berada di jalan ring road Ngumban Surbakti. Setelah menembus ketidaknyamanan melewati pembangunan fly over Jamin Ginting (anda yang berdomisili di kota Medan pasti paham), tibalah saya di kantor dan langsung menatap pada layar monitor besar di Earthquake Information and Tsunami Warning Center (EITWC) Regional I Medan. Hasil automatic seiscomp3 system malah menunjukkan kedalaman 10 Km.
Saya segera duduk di ruangan. Menyalakan laptop. Segera saya membuka akses internet dan iseng melihat-lihat berita. Ternyata gempa ini dilaporkan merobohkan satu rumah dan merusak beberapa rumah di Purworejo (metrotvnews.com) dan terasa sekitar 30 detik di sana. Di Purwokerto, kaca sebuah showroom mobil sampai pecah (kompas.com). Gempa ini juga dirasakan banyak orang di ITC Senayan, Jakarta (tribunnews.com). Bahkan Julia Perez (a.k.a Jupe) dilaporkan sampai harus lari ketakutan dengan tubuh hanya berbalut sehelai handuk saat berada di sebuah hotel di Cirebon untuk keperluan shooting film (kompas.com).
Setelah paham bahwa gempa ini dirasakan dalam wilayah yang luas, saya belum mau membahas lebih jauh tentang penyebab gempa sebelum mendapatkan posisi yang tepat dari gempa ini. Saya segera menuju layar operasional seiscomp3. Menurut saya, posisi gempa ini perlu dianalisa lagi. Selanjutnya saya menganalisa gempa ini, dengan mempick waktu kedatangan gelombang P dengan sebelumnya mem-filter sinyal (waveform) dari stasiun-stasiun perekam dalam rentang 1-3 Hz. Ada 24 stasiun yang saya pick. Kemudian nilai-nilai dari masing-masing stasiun saya catat manual di buku. Saya berniat merelokasi posisi gempa ini.
Relokasi? Relokasi maksudnya di sini yaitu menghitung ulang posisi gempa. Untuk kepentingan peringatan dini, sistem seiscomp3 BMKG menggunakan model kecepatan global, yang belum banyak memperhitungkan heterogenitas di dalam bumi. Ada metode relokasi hiposenter gempa yang sedikit saya kuasai. Namanya Modified Joint Hypocenter Determination (MJHD).
Metode MJHD ini memungkinkan kita merelokasi posisi banyak gempa secara simultan. Saya mendownload data waktu tiba gelombang P gempa di wilayah selatan Jawa selama tahun 2012-2013 dari repository gempa BMKG sebagai database dan ditambahkan dengan data gempa ini dari buku catatatan saya tadi. Kemudian dalam proses relokasi, digunakan 22 fase pembacaan gelombang P dari 22 stasiun perekam sesuai persyaratan pada metode ini.
Setelah direlokasi, posisi pusat gempa ini ternyata berada di koordinat 8.2935 Lintang Selatan, 109.2527 Bujur Timur, pada kedalaman 86.78 Km dan terjadi pada pukul 05:14:20.99 UTC atau tepatnya 12:14:20.99 WIB. Nah, posisi baru ini ternyata sesuai dengan pernyataan Bapak Dr. Daryono dan mendekati dengan hasil analisa USGS. Dengan kedalaman itu, pantas saja gempa ini tidak menimbulkan tsunami tetapi terasa hingga jauh ke Jakarta.Apa Penyebab Gempa ini?
Dr. Irwan Meilano, ahli gempa ITB, menggunakan paramater yang mirip dengan posisi hasil relokasi saya, gempa selatan Jawa Tengah (selatan Cilacap-Kebumen) ini dengan magnitude 6.5, sumber gempa berjarak 40km dari garis pantai pada kedalaman 88km, berdasarkan kedalamannya maka gempa berada pada bidang benioff.
Karena lokasi gempanya cukup dalam, maka goncangan dirasakan di wilayah cukup luas, bahkan sampai pantai utara Jawa.Hal yang sama dikemukakan oleh Dr. Daryono di media sosial. Beliau memberikan gambar di bawah ini agar kita lebih memahami penyebab gempa ini: